Judul tulisan ini merupakan petikan surat rasul Paulus kepada jemaat di Filipi, tepatnya dalam surat Filipi 2 : 7b. Kalimat tersebut merupakan salah satu dari tiga tindakan Yesus sebagai respon terhadap sikapNya dalam memandang status dan kedudukan yang setara dengan Allah. Sikap Yesus tampak jelas di ayat sebelumnya yang menyatakan bahwa Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Dua tindakan Yesus lainnya dalam surat Filipi ayat 7 di pasal 2 adalah mengosongkan diri-Nya sendiri dan menjadi sama dengan manusia. Memang ada banyak hal yang dapat digali dari bagian surat Filipi. Namun di kesempatan ini penggalan kalimat … dan mengambil rupa seorang hamba,… akan diulas dan bagikan makna yang terlintas dalam benak dan pemikiran saya.
Di satu siang saat saya terbaring tidur, benak pemikiran saya dibangunkan oleh penggal kalimat …dan mengambil rupa seorang hamba,… Memang sebelum tidur, pikiran saya sedang bergolak tentang masalah rumah tangga. Saya berdoa minta pertolongan Tuhan agar dapat menyelesaikan masalah tersebut. Saya percaya bahwa Tuhan menghadirkan penggalan kalimat tersebut dengan maksud tertentu.
Untuk memastikan dan memahami lebih jauh penggalan kalimat tersebut, maka Filipi 2 saya baca seksama. Secara umum di bagian ini rasul Paulus menekankan pentingnya kerendahan hati sebagai sikap utama kristen, para murid Yesus. Apa yang dinasihatkan Paulus sepertinya hal yang mustahil dapat dilakukan manusia. Ambil contoh soal menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus. Hal ini merupakan sebuah kesempurnaan hidup seorang manusia. Padahal manusia pada hakekatnya adalah pendosa dan tidak benar. Namun sesungguhnya hal itu tidak mustahil dengan syarat yang berlaku. Sesuatu dikatakan mustahil karena dipandang dengan dan memakai ukuran manusia. Baik ukuran pola pikir, ukuran sikap, ukuran perasaan, ukuran harta benda, ukuran status kedudukan ataupun ukuran apapun yang bisa disebutkan manusia. Akan menjadi sangat berbeda jika melibatkan Tuhan Allah dalam memandang sesuatu hal. Tidak ada yang mustahil bagi Allah akan menjadi juga tidak ada yang mustahil bagi kita JIKA kita bersama Allah memandang hal tersebut.
Bagaimana caranya memandang bersama Allah itu? Menurut saya adalah mengisi pikiran kita dengan firman Tuhan melalui penelaahan alkitab yang serius dan tulus untuk mencari kebenaran firman-Nya. Apabila pikiran kita dipenuhi dengan firman Tuhan maka pola pikir, pola sikap dan pola laku kita akan berbeda dengan orang yang tidak memenuhi pikirannya dengan firman Tuhan. Dipenuhi dengan firman Tuhan menjadikan kita memandang segala hal bersama Allah.
Mengambil merupakan tindakan aktif yang disengaja dan sudah dipikirkan sebelumnya. Tindakan ini memerlukan juga obyek atau sesuatu agar memenuhi tujuan tindakan.
Rupa atau bentuk atau wajah adalah obyek yang diperlukan oleh tindakan mengambil di atas.
Hamba merupakan penjelasan dari obyek yang diambil karena rupa atau wajah masih terlalu umum dan belum dapat memenuhi tujuan tindakan tersebut.
Melalui dekonstruksi kalimat maka kita mulai mengerti bahwa merendahkan diri adalah suatu tindakan aktif dan sudah dipikirkan sebelumnya. Ada proses memutuskan apakah akan melakukan tindakan atau tidak. Proses tersebut sering disebut dengan pergumulan rohani. Kita menimbang-nimbang sisi positif dan negatif ataupun kemampuan untuk melakukan tindakan tersebut. Pada tahap ini kita memerlukan pertolongan Tuhan. Melalui firman-Nya yang memenuhi pikiran maka kita memandang segala pertimbangan tersebut bersama Allah.
Memilih rupa seorang hamba dimaksudkan bahwa merendahkan diri hingga maksimum bukan hanya setengah-setengah atau tanggung. Karena hasil dua tindakan tersebut sangat berbeda.
Apabila merendahkan diri hanya tanggung atau setengah-setengah maka akan timbul frustasi, kemarahan, iri, ketidakikhlasan, kecewa dan putus asa. Sebaliknya jika merendahkan diri hingga maksimum maka akan timbul sukacita, kasih, pengharapan dan percaya pada Allah lebih dalam lagi.
Ketika penggalan kalimat …dan mengambil rupa seorang hamba,… terlintas di benak saya bersamaan muncul pikiran tentang Yesus yang menderita sengsara dan mati disalib. Penggunaan kata hamba lebih sopan dipakai dibanding kata budak. Mungkin lebih efektif jika dipakai kata budak. Kita semua sepakat bahwa budak adalah manusia yang paling rendah status dan kedudukannya. Bila benar, tetap dikatakan salah apalagi jika salah, luar biasa hukumannya. Siapa manusia yang tidak mengatakan sakit rasanya menjadi budak. Jasmani dan jiwanya menderita karena perlakuan tidak adil, semena-mena dan kejam. Namun budak tidak berdaya merespon semua perlakuan tersebut. Lidahnya kelu, mulutnya terkunci mungkin hanya air mata yang keluar meleleh sebagai ungkapan jerit batinnya. Kematian sering dipandang sebagai jalan keluar maka bunuh diri adalah pilihan jika sudah tidak tertahankan menanggung semuanya. Budak sudah tidak lagi perduli perkataan orang lain. Bagi mereka hal itu tidak ada pengaruhnya. Budak seakan bukan manusia lagi.
Bila ditulis- ulang penggal kalimat tersebut menjadi:
… dan mengambil rupa seorang budak,…
akan lebih menjelaskan arti merendahkan diri secara maksimum bukan setengah-setengah. Namun demikian apakah mampu kita sebagai kristen melakukan tindakan mengambil rupa seorang budak ? Sebenarnya jika jujur bukan itu pertanyaanya, tetapi apakah mau kita mengambil rupa seorang budak ?
Konsekuensi memutuskan mengambil rupa seorang budak sungguh serius dan mahal harganya. Kita siap diperlakukan layaknya seorang budak!
Namun demikian sekali lagi apa tujuan tindakan mengambil rupa seorang budak?
Yesus melakukannya dengan tujuan jelas : keselamatan manusia. Tanpa itu maka tidak ada penebusan dosa di kayu salib. Kita melakukannya dengan tujuan sebagaimana ditulis Paulus pada ayat 2 : menyempurnakan sukacita rasul Paulus. Paulus bersukacita bila persekutuan antara saudara kristen terjadi sesuai dengan firman Tuhan.
Persekutuan merupakan tujuan akhir manusia. Di sorga kita akan bersekutu dengan Tuhan Allah dan saudara-saudara kristen lainnya. Merendahkan diri adalah syarat utama untuk masuk ke dalam persekutuan. Mengambil rupa seorang budak adalah cara untuk merendahkan diri sebagaimana sudah diteladankan Tuhan Yesus Kristus.
Saya berterima kasih atas sapaan Tuhan mengenai hal ini.
Tabik,
yak
Surabaya, Februari 2007