Tuesday, January 24, 2006

Don't crack under pressure

Minggu-minggu ini di melbourne tengah hingar bingar dengan tenis. Australian Open 2006 sedang digelar. Enam puluh empat pria dan enam puluh empat wanita bertarung di jalur tunggal sedangkan lebih dari seratus enam puluh pasangan bertarung di jalur ganda. Semuanya adalah petenis kelas dunia.

Dalam tiap pertandingan tenis akan selalu menghasilkan pemenang dan pecundang. Namun ada proses pertarungan meraih point setiap games yang dimainkan lewat adu volley, adu forehand, adu backhand dan berbagai jenis pukulan (stroke) yang dimiliki setiap petenis. Ada saat-saat kritis yaitu saat point yang menentukan jalan akhir pertarungan : menjadi pemenang atau pecundang. Ada tekanan yang luar biasa pada diri tiap petenis di saat-saat tersebut. Menjadi pemenang bila dapat mengatasi tekanan yang datang pada emosi atau mentalnya sehingga irama permainan tetap utuh. Namun menjadi pecundang bila tekanan meretakan mental sehingga irama permainan luluh lantak.

Tekanan tidak hanya ada di permainan tenis. Di hidup sehari-hari manusia sering bertemu dengan tekanan. Berbagai jenis dan ukuran tekanan yang menghampiri manusia. Namun intensinya adalah sama. Tekanan mencoba meretakan mental dan emosi manusia yang tidak jarang juga menuntun ke kehancuran fisik badan. Ada yang bertahan (survive) namun tidak sedikit yang berantakan.

Memahami pentingnya ketahanan dalam menghadapi tekanan, Tag Heur perusahaan jam dari Swiss membuat iklan untuk arloji buatannya "Don't Crack Under Pressure". Slogan ini begitu menggores di benak saya saat pertama membaca di majalah Intisari belasan tahun yang lampau. Saat itu hidup belum terlalu ganas bagi saya. Tekanan yang ada boleh dibilang ringan dengan bentuk yang belum variatif. Seiring waktu berdetak, tekanan menjelma puting beliung kadang mengambil rupa tornado atau taifun yang sangat variatif dalam bentuk dan ukurannya. Di saat-saat itulah teringat lagi slogan Tag Heur belasan tahun yang silam. Don't crack under pressure.

Permintaan untuk tidak retak dalam tekanan memang mudah diucapkan. Bagaimana agar tidak retak menjadi pertanyaan yang sukar untuk dijelaskan. Setiap manusia memiliki resep dan ramuan tersendiri. Hal itu tidak menjadi masalah selama bangunan manusia dengan resep dan ramuannya itu bertahan kokoh setiap kali tekanan hidup mendera. Ada resep dan ramuan yang bertahan hingga tekanan yang ke-seribu, ke-sejuta atau ke-takterhingga. Namun ada yang hanya sampai bilangan satuan, puluhan atau ratusan. Umumnya manusia ingin resep dan ramuan yang bertahan sampai tekanan yang tak terhingga. Ini bisa didapatkan pada manusia yang tetap bertahan hingga saat ajalnya tetap utuh mental dan emosi meskipun fisik badaninya dimakan waktu.

Resep dan ramuan yang saya yakini dapat mewujudkan ketahanan sampai tekanan hidup yang tak terhingga adalah : takut akan Tuhan. Takut di sini lebih berarti hormat dan menghargai bukan menggigil gemetaran atau ngeri. Menyadari sepenuh hati bahwa hidup yang manusia jalani adalah semata karena Tuhan bukan karena terjadi begitu saja (alamiah) atau bukan juga karena kemampuan manusia. Saat bertindak laku di sepanjang hidup selalu mengingat Dia yang mencipta dan memelihara hidup ini. Hal ini membuat hidup dipandang dari sudut yang berbeda. Hidup adalah bersama Tuhan bukannya sendirian.

Don't crack under pressure akan menjadi kenyataan bila kita hidup takut akan Tuhan.

tabik,
yak