DUNIA SELULAR 2007
Keajaiban berkomunikasi di abad ini ditandai dengan penggunaan telepon genggam oleh berbagai lapisan masyarakat. Padahal sekitar lima belas tahun yang lalu telepon genggam atau yang lebih populer disebut handphone (HP) hanya dipakai sekelompok orang yaitu kaum eksekutif dan professional. Ada dua faktor penyebab berkembangnya handphone di masyarakat Indonesia yaitu faktor harga dan faktor ketersediaan. Faktor harga terjadi di handphone dan tariff percakapan yang semakin murah sedangkan faktor ketersediaan terjadi dengan banyaknya outlet handphone yang tersebar di berbagai daerah serta makin luasnya jaringan operator seluler di banyak area. Selain dua faktor tersebut di atas, hal lain yang mendukung adalah kebutuhan berkomunikasi masyarakat yang semakin besar.
Saat ini, industri handphone Indonesia bertambah semarak dengan jumlah operator seluler sebanyak 11 perusahaan baik di jalur GSM 1800MHz maupun CDMA 800MHz (Hutchison CP Telecommunication-3/three, Indosat-mentari, Excelcomindo Pratama-XL, Telkomsel-simpati, Natrindo Telepon seluler, Telkom-flexy, Bakrie Telecom-esia, Mobile-8 Telecom-fren, Smart Telecom-smart, dan Sampoerna Telekomunikasi Indonesia-ceria) diikuti jumlah pabrikan handphone papan atas sebanyak 7 perusahaan (Nokia, Sony Ericsson, Motorola, BenQ-Siemens, LG, Samsung dan Philips) belum lagi ditambah para pendatang baru dari China seperti ZTE, Haier, Huawei, Konka serta dari Taiwan seperti Dopod, HTC, Gigabyte, Eten, Palm, maupun perusahaan perakit handphone bermerek lokal seperti Hi-Tech, Kozi, D-one, Taxco, Nexian, Mito, Sanex, dan K-Touch. Semua itu membuat kompetisi usaha semakin ketat sehingga menguntungkan pengguna handphone.
Jumlah pengguna handphone di Indonesia per 2007 dipercaya berbagai sumber sekitar 82 juta orang (telkomsel 42 juta, Flexi 6 juta, Indosat 14 juta, XL 13 juta, Esia 3.5 juta, Fren 2.5 juta, lain-lainnya sekitar 1 juta) sehingga penetrasi handphone di Indonesia baru sekitar 37% dari total populasi penduduk. Hal ini mengisyaratkan bahwa pasar seluler Indonesia masih terbuka lebar dan sangat prospektif. Tak heran jika di tahun 2007 banyak program promosi perusahaan operator seluler yang menggandeng pabrikan handphone menawarkan paket murah untuk menarik sebanyak mungkin pengguna baru. Salah satu contoh program promosi yang sukses di 2007 adalah paket bundling esia-huawei Rp.199.000,- yang dalam tempo 3 bulan sejak diluncurkan bulan Agustus sudah terjual 300.000 unit. Segera hal ini diikuti operator seluler lainnya dengan berbagai program bundling-nya seperti paket telkomsel-haier Rp. 499.000,-, excelcomindo-motorola Rp. 299.000,-, smart telecom-zte Rp. 349.000,-, maupun fren-zte Rp. 388.000,-
Mengingat daya beli masyarakat Indonesia yang belum terlalu kuat maka pasar handphone low-end akan lebih besar nilainya dibanding pasar handphone high-end. Hal ini menyebabkan operator seluler dan pabrikan handphone menyiapkan bermacam program untuk menggarap pasar low-end sebagai fokus mereka sedikitnya sampai lima tahun ke depan. Nilai pasar total handphone Indonesia sekitar 50 trilyun rupiah dan akan terus bertumbuh rata-rata 20% per tahun. Jumlah handphone yang terjual di Indonesia periode 2003-2007 tercatat 30 juta unit (CDMA-8.5 juta dan GSM-21.5 juta). Rata-rata penjualan handphone (GSM dan CDMA) per bulan di tahun 2007 tercatat 996 ribu unit. Selain itu perkembangan teknologi mendorong nilai pasar industri handphone semakin tinggi melalui sinergi dengan sektor usaha lainnya semisal industri media (TV handphone dan layanan 3G), industri keuangan (phonebanking dan stock market real time investment), industri transportasi (on-line reservation) atau industri jasa iklan-promosi (sms promo).
Pesatnya perkembangan industri handphone di Indonesia harus diimbangi dengan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di berbagai bidang. Tanpa adanya infrastruktur telekomunikasi yang memadai dan handal maka akan menyebabkan kemacetan komunikasi (communication jamming) yang bermuara pada frustasi masyarakat terhadap industri handphone seperti frustasinya masyarakat Jakarta terhadap kemacetan jalan. Apabila terjadi frustasi maka akan menimbulkan masalah-masalah pelik lain yang mahal sekali biayanya. Beberapa proyek infrastruktur telekomunikasi di akhir 2007 yang ditenderkan seperti USO (Universal Service Obligation), Ring Palapa dan pembangunan jaringan serat optik merupakan salah satu solusi masalah infrastruktur telekomunikasi Indonesia.
Di masa depan, jaringan telepon selular akan mayoritas digunakan orang berkomunikasi dibanding jaringan telepon tetap seperti yang digelar PT. Telkom sejak dekade 70-an. Semakin baik infrastruktur telepon selular dan tariff yang makin murah maka menjadi pilihan utama orang berkomunikasi. Terlebih jika integrasi dengan komputer menghasilkan terminal yang lebih baik dari sekarang. Sepuluh tahun mendatang tiang telepon semakin berkurang terlihat di jalan. Sebagai gantinya akan menjamur BTS (Base Transceiver Station) di berbagai lokasi untuk mendukung jaringan telekomunikasi selular.
Telekomunikasi telah membuat orang tergantung kepadanya. Semakin majunya jaman maka semakin kuat ketergantungan orang pada telekomunikasi. Isu utamanya adalah mengelola telekomunikasi sedemikian rupa sehingga bermanfaat untuk orang banyak dan tidak dikuasai segelintir orang demi kepentingannya semata.
Tabik
yak
Saat ini, industri handphone Indonesia bertambah semarak dengan jumlah operator seluler sebanyak 11 perusahaan baik di jalur GSM 1800MHz maupun CDMA 800MHz (Hutchison CP Telecommunication-3/three, Indosat-mentari, Excelcomindo Pratama-XL, Telkomsel-simpati, Natrindo Telepon seluler, Telkom-flexy, Bakrie Telecom-esia, Mobile-8 Telecom-fren, Smart Telecom-smart, dan Sampoerna Telekomunikasi Indonesia-ceria) diikuti jumlah pabrikan handphone papan atas sebanyak 7 perusahaan (Nokia, Sony Ericsson, Motorola, BenQ-Siemens, LG, Samsung dan Philips) belum lagi ditambah para pendatang baru dari China seperti ZTE, Haier, Huawei, Konka serta dari Taiwan seperti Dopod, HTC, Gigabyte, Eten, Palm, maupun perusahaan perakit handphone bermerek lokal seperti Hi-Tech, Kozi, D-one, Taxco, Nexian, Mito, Sanex, dan K-Touch. Semua itu membuat kompetisi usaha semakin ketat sehingga menguntungkan pengguna handphone.
Jumlah pengguna handphone di Indonesia per 2007 dipercaya berbagai sumber sekitar 82 juta orang (telkomsel 42 juta, Flexi 6 juta, Indosat 14 juta, XL 13 juta, Esia 3.5 juta, Fren 2.5 juta, lain-lainnya sekitar 1 juta) sehingga penetrasi handphone di Indonesia baru sekitar 37% dari total populasi penduduk. Hal ini mengisyaratkan bahwa pasar seluler Indonesia masih terbuka lebar dan sangat prospektif. Tak heran jika di tahun 2007 banyak program promosi perusahaan operator seluler yang menggandeng pabrikan handphone menawarkan paket murah untuk menarik sebanyak mungkin pengguna baru. Salah satu contoh program promosi yang sukses di 2007 adalah paket bundling esia-huawei Rp.199.000,- yang dalam tempo 3 bulan sejak diluncurkan bulan Agustus sudah terjual 300.000 unit. Segera hal ini diikuti operator seluler lainnya dengan berbagai program bundling-nya seperti paket telkomsel-haier Rp. 499.000,-, excelcomindo-motorola Rp. 299.000,-, smart telecom-zte Rp. 349.000,-, maupun fren-zte Rp. 388.000,-
Mengingat daya beli masyarakat Indonesia yang belum terlalu kuat maka pasar handphone low-end akan lebih besar nilainya dibanding pasar handphone high-end. Hal ini menyebabkan operator seluler dan pabrikan handphone menyiapkan bermacam program untuk menggarap pasar low-end sebagai fokus mereka sedikitnya sampai lima tahun ke depan. Nilai pasar total handphone Indonesia sekitar 50 trilyun rupiah dan akan terus bertumbuh rata-rata 20% per tahun. Jumlah handphone yang terjual di Indonesia periode 2003-2007 tercatat 30 juta unit (CDMA-8.5 juta dan GSM-21.5 juta). Rata-rata penjualan handphone (GSM dan CDMA) per bulan di tahun 2007 tercatat 996 ribu unit. Selain itu perkembangan teknologi mendorong nilai pasar industri handphone semakin tinggi melalui sinergi dengan sektor usaha lainnya semisal industri media (TV handphone dan layanan 3G), industri keuangan (phonebanking dan stock market real time investment), industri transportasi (on-line reservation) atau industri jasa iklan-promosi (sms promo).
Pesatnya perkembangan industri handphone di Indonesia harus diimbangi dengan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di berbagai bidang. Tanpa adanya infrastruktur telekomunikasi yang memadai dan handal maka akan menyebabkan kemacetan komunikasi (communication jamming) yang bermuara pada frustasi masyarakat terhadap industri handphone seperti frustasinya masyarakat Jakarta terhadap kemacetan jalan. Apabila terjadi frustasi maka akan menimbulkan masalah-masalah pelik lain yang mahal sekali biayanya. Beberapa proyek infrastruktur telekomunikasi di akhir 2007 yang ditenderkan seperti USO (Universal Service Obligation), Ring Palapa dan pembangunan jaringan serat optik merupakan salah satu solusi masalah infrastruktur telekomunikasi Indonesia.
Di masa depan, jaringan telepon selular akan mayoritas digunakan orang berkomunikasi dibanding jaringan telepon tetap seperti yang digelar PT. Telkom sejak dekade 70-an. Semakin baik infrastruktur telepon selular dan tariff yang makin murah maka menjadi pilihan utama orang berkomunikasi. Terlebih jika integrasi dengan komputer menghasilkan terminal yang lebih baik dari sekarang. Sepuluh tahun mendatang tiang telepon semakin berkurang terlihat di jalan. Sebagai gantinya akan menjamur BTS (Base Transceiver Station) di berbagai lokasi untuk mendukung jaringan telekomunikasi selular.
Telekomunikasi telah membuat orang tergantung kepadanya. Semakin majunya jaman maka semakin kuat ketergantungan orang pada telekomunikasi. Isu utamanya adalah mengelola telekomunikasi sedemikian rupa sehingga bermanfaat untuk orang banyak dan tidak dikuasai segelintir orang demi kepentingannya semata.
Tabik
yak