Friday, October 15, 2010

Perubahan budaya masyarakat perkotaan

Budaya merupakan produk masyarakat yang tertenun secara akumulatif dari berbagai faktor kehidupan keseharian yang berinteraksi dengan dinamis. Budaya digunakan dalam hidup keseharian orang-orang dalam suatu masyarakat. Hal tersebut dapat menjadi salah satu pemahaman terhadap makna budaya.

Di satu pagi saat berkendara menyusuri jalanan di bagian selatan Jakarta, sebuah stasiun radio menyiarkan obrolan dua penyiar tentang kenakalan masa lalu terkait hubungan muda-mudi di perkotaan. Para penyiar tersebut setuju bahwa adalah bohong bila para muda mudi sekitar sepuluh atau lima belas tahun lalu apabila tidak melakukan kenakalan yang relatif permisif terhadap seks. Mereka undang para pendengar untuk berbagi pengalaman kenakalan masa lalu semacam itu seraya mengaitkannya untuk berharap agar jangan sampai anak-anak mereka mengikuti jejak para orang tuanya.

Pepatah lama guru kencing berdiri, murid kencing berlari agaknya sesuai untuk menggambarkan kekhawatiran para pendengar yang menanggapi topik tersebut. Mayoritas pendengar yang sudah memiliki anak baik laki-laki maupun perempuan, tidak ingin kenakalan masa lalu yang pernah dilakukan akan kembali dilakukan para buah hati mereka di kemudian hari. Harapan ini diliputi rasa pesimis karena menyadari budaya jaman sekarang lebih mendukung terjadinya kenakalan masa lalu tersebut dengan variasi model yang lebih beragam, frekuensi lebih intens dan berskala lebih besar. Jika kenakalan masa lalu para orang tua tersebut ibarat guru kencing berdiri maka dikhawatirkan kenakalan muda mudi yang akan dilakukan para anak mereka ibarat murid kencing berlari.

Perubahan budaya masyarakat perkotaan di Indonesia yang kini dipandang cenderung liar tidak ada kendali menyebabkan kebiasaan atau perilaku konvensional masyarakat sepuluh atau dua puluh tahun lalu menjadi punah perlahan. Perilaku memberikan duduk pada orang tua, ibu hamil, ibu dengan anak kecil atau orang cacat dalam suatu transportasi publik menjadi pemandangan langka di masa kini. Hal ini menjadi sebuah contoh pudarnya budaya tenggang rasa terhadap sesama yang membutuhkan. Berbagai alasan dapat dimunculkan untuk membela atau berargumentasi perilaku yang dicontohkan di atas, namun tidak membantahkan adanya perubahan budaya.

Contoh lain adalah perilaku muda mudi terkait seks yang sudah disurvey lalu dipublikasikan hasilnya oleh beberapa lembaga non pemerintah di beberapa tempat di Indonesia bahwa hubungan seks pra nikah antara muda mudi di tahun-tahun belakangan ini cenderung meningkat prosentasenya. Budaya tabu berhubungan seks sebelum nikah menjadi usang dan cenderung punah. Berbagai alasan dapat dimunculkan untuk membela atau berargumentasi perilaku yang dicontohkan di atas, namun tidak membantahkan adanya perubahan budaya.

Belum lagi contoh perilaku masyarakat perkotaan di Indonesia saat berkendaraan di jalan raya yang egois dengan sangat jarang memberi kesempatan pengguna jalan lain untuk berlalu ataupun tidak patuh terhadap rambu lalu lintas demi tercapainya tujuan sendiri dalam berkendara. Perilaku berkendara semacam ini menjadi kontributor penting bagi masalah kemacetan berbagai kota di Indonesia.

Sejumlah kalangan dengan berbagai latar belakang yang peduli terhadap perubahan budaya di masyarakat perkotaan semacam itu melakukan sejumlah kegiatan antisipatif. Mereka memiliki tujuan agar hal-hal negatif tidak makin meruyak dalam kehidupan keseharian masyarakat perkotaan di Indonesia. Sejauh ini apa yang dilakukan belum bisa membendung laju perubahan budaya yang menghasilkan contoh-contoh sejenis dipaparkan di atas. Sejumlah alasan, kembali dapat dimunculkan untuk berargumentasi mengapa berbagai tindakan yang dilakukan belum berhasil mencapai tujuan, namun tidak membantahkan bahwa perilaku masyarakat perkotaan di Indonesia semakin menyerupai masyarakat perkotaan di negara-negara Barat.

Masyarakat perkotaan di Indonesia cenderung menjadi bagian budaya global masyarakat perkotaan dunia. Hal ini menjadi sesuatu yang tidak tertahankan lagi. Sepuluh atau dua puluh tahun mendatang, segala perilaku masyarakat perkotaan di Jakarta misalnya sudah tidak berbeda dengan masyarakat di London atau di Boston. Namun disayangkan jika hal-hal baik dalam perilaku yang hidup dalam masyarakat perkotaan di Indonesia menjadi punah diganti dengan hal-hal buruk. Memperhatikan perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini di masyarakat perkotaan di Indonesia maka prediksi perilaku masyarakat perkotaan di negara-negara Barat akan terwujud berikut dengan efek negatifnya.

Perilaku masyarakat perkotaan bercirikan nilai-nilai budayaTimur yang mayoritas lebih bersifat komunal akan berganti dengan ciri nilai-nilai budaya Barat yang mayoritas lebih bersifat individual. Akan banyak teori dan argumen mengenai hal ini, namun tidak membantahkan bahwa kecenderungan yang terjadi di berbagai aspek kehidupan masyarakat perkotaan di Indonesia adalah menipisnya nafas komunalitas dan menebalnya nafas individualis.

Perubahan budaya diyakini mengikuti hukum keseimbangan yang sudah ada seiring lahirnya peradaban manusia di dunia. Kecenderungan perubahan budaya masyarakat perkotaan di Indonesia dari bersifat komunal menuju individual akan mencapai titik keseimbangan di satu waktu untuk kemudian akan bergerak kembali ke arah sebaliknya. Pertanyaan besarnya adalah kapan waktu keseimbangan itu terjadi?

Pelambatan laju pertambahan penduduk sehingga populasi penduduk Indonesia tidak meledak yang menyebabkan berbagai masalah ikutan semacam penumpukan penduduk di perkotaan dengan makin terbatasnya berbagai fasilitas pendukungnya, penguatan nilai-nilai keagamaan bagi masyarakat perkotaan dengan pendekatan bersifat kontekstual sebagai sumber nilai budaya bersifat positif, serta keteladanan para pemimpin formal maupun non formal sebagai sumber ketertiban sipil di berbagai aspek kehidupan masyarakat perkotaan menjadi harapan untuk tercapainya keseimbangan perubahan budaya masyarakat perkotaan di Indonesia.

tabik,
yak

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home