Saturday, March 03, 2007

MENDENGAR SEBELUM TERJADI

Seusai mendemonstrasikan keberadaan Tuhan Allah di tengah kaum Israel di jaman Raja Ahab, melalui jilatan api dari langit yang menyambar habis kurban bakaran yang sudah basah kuyup karena disiram 12 buyung air maka Nabi Elia berkata kepada Ahab :”Pergilah, makanlah dan minumlah sebab bunyi derau hujan sudah kedengaran.”

Memang lebih kurang tiga tahun tanah Israel tidak dicurahi hujan. Apa yang dikatakan Elia menjadi satu hal yang sangat penting dan didambakan seluruh Israel bukan hanya oleh Raja Ahab. Tetapi sebentar dulu, Elia sajakah yang mendengar bunyi derau hujan? Bagaimana dengan Ahab dan orang lain?

I Raja-Raja 18 dari ayat 41 hingga ayat 45 menjelaskan hal di atas. Ahab tidak disebutkan menanggapi soal bunyi derau hujan, tetapi ia lantas pergi makan dan minum seperti yang diperintahkan Elia. Mungkin Ahab sudah lapar karena mengikuti kompetisi sehari penuh antara para nabi Baal melawan Elia, Abdi Allah itu. Ayat 42 menarik perhatian kita karena dikatakan Elia naik ke gunung Karmel dan membungkuk ke tanah dengan mukanya di antara kedua lututnya. Elia berdoa. Ia berdoa agar hujan turun. Lalu bagaimana ia dapat mengatakan sebelumnya bahwa bunyi derau hujan sudah kedengaran? Jikalau ia sudah mendengar lalu mengapa ia masih berdoa minta hujan?

Apa yang Elia perbuat adalah manifestasi imannya. Elia percaya kepada Tuhan Allah yang disembah dan dilayaninya. Ia beriman bahwa Tuhan Allah akan menyatakan kemuliaan dan keberadaan-Nya melalui curah hujan yang sudah dinanti bangsa Israel. Tiga tahun sebelumnya Nabi Elia-lah yang mengatakan bahwa tidak akan ada curah hujan di Israel atas kehendak Tuhan Allah. Dan sekarang atas kehendak Tuhan Allah pula maka curah hujan kembali hadir di tanah Israel.

Manifestasi iman Elia bukanlah perkara mudah. Hal itu memerlukan proses dan memakan waktu. Resiko dari proses dan waktu itu adalah pengingkaran iman. Ketidaksabaran atas waktu dan proses sering membuat manifestasi iman tidak membuahkan hasil. Bayangkan untuk Nabi Elia saja, ia harus sabar selama tiga tahun. Bisa saja dalam kurun waktu itu Elia tergoda untuk meminta Tuhan Allah agar dipercepat datangnya hujan atau sudah tidak mau berharap akan datang hujan di tanah Israel.

Hal lain yang menarik adalah Elia harus menyuruh bujangnya ke atas bangunan untuk melihat ke arah laut ada tidaknya awan yang mendatangkan hujan sebanyak tujuh kali. Dapat dibayangkan saat setelah berdoa pertama kali Elia berharap bahwa awan akan muncul dari arah laut sebagaimana saat Elia hanya sekali berdoa memohon Tuhan Allah mengirim api yang menjilat kurban bakaran. Tetapi bujangnya turun dan mengatakan tidak ada apa-apa! Mengapa jadi berbeda dibanding peristiwa sebelumnya? Wajar ada banyak pertanyaan yang menghinggapi Elia. Pada titik ini sebenarnya ada kesempatan untuk keluar dari manifestasi iman. Elia bisa saja berhenti memohon dan mulai meragukan Tuhan Allah yang tidak mendukungnya dengan memberi jawaban atas doanya. Elia akan dianggap pendusta oleh Ahab dan orang banyak lainnya yang mendengar perkataan Elia bahwa bunyi derau hujan sudah kedengaran.

Elia memilih untuk tetap berdoa. Apakah dia tahu berapa kali lagi berdoa maka Tuhan Allah menjawab doanya? Mungkin banyak yang berpendapat Elia tahu harus berapa kali lagi ia berdoa agar menggenapi angka tujuh. Bukankah angka tujuh adalah angka sempurna? Namun saya cenderung mengatakan bahwa Elia tidak tahu berapa kali lagi ia harus berdoa. Yang ia tahu adalah bahwa ia harus berdoa dan sekali lagi berdoa hingga manifestasi imannya membuahkan hasil.

Proses berdoa pertama, kedua, ketiga hingga ketujuh tidak bergerak cepat dan serta merta mudah berpindah dari satu doa ke doa berikutnya. Saya membayangkan bahwa Elia juga bergumul apakah masih perlu ia berdoa untuk kedua kali setelah bujangnya mengatakan tidak ada apa-apa. Kemudian apakah masih perlu diteruskan doanya ketiga kalinya saat bujangnya turun dan berkata tidak ada apa-apa lagi. Rasa percaya diri Elia terguncang melihat bujangnya yang mungkin dengan nada bosan setengah mengejek memberitahu keempat kalinya tidak ada apa-apa dari arah laut.

Kisah ini berlanjut, sebelum untuk ke sekian kalinya naik ke atas, bujang Elia seakan berkata dengan bahasa tubuh bahwa kali ini harus yakin dan serius. Namun ternyata tidak berbuah apa-apa juga alias kosong. Maka dapat dirasakan tekanan besar yang menghimpit Elia saat keenam kalinya mencoba menyuruh bujangnya ke atas untuk melihat lagi. Walau begitu bujangnya masih mau ke atas dan sebelum berangkat sudah mempunyai jawaban bahwa tidak akan ada apa-apa lagi. Sang bujang ternyata benar. Memang tidak ada apa-apa dari arah laut.

Pada titik ini jika Elia memutuskan untuk berhenti berdoa maka ia tidak akan disalahkan orang karena memang dipahami sudah berusaha berulang-ulang namun tetap gagal. Bahkan cenderung dikatakan bodoh, konyol atau sinting jika tetap meneruskan usahanya itu. Manifestasi iman memang benar-benar sulit dipahami orang kebanyakan. Argumen yang sering muncul adalah apakah kita tidak menggunakan akal pikiran yang juga anugrah Tuhan Allah untuk mengetahui dan menyadari bahwa usaha kita tidak boleh konyol, bodoh atau sinting sehingga hentikan saja usaha tersebut dan mulai melakukan usaha lain yang lebih masuk akal.

Memang diakui bahwa manusia tidak boleh hanya mengandalkan perasaan yakin semata dan mengabaikan akal pengetahuan karunia Tuhan Allah. Namun sebaliknya tidak boleh hanya bersandar pada pengetahuan saja. Bagaimana kita tahu kapan mengandalkan pengetahuan dan kapan mengandalkan perasaan yakin itu? Jawabannya merupakan pergumulan hidup pribadi setiap orang dengan Tuhan Allah. Hanya melalui hubungan pribadi dengan Dia maka kita tahu kapan saat itu.

Dalam kasus Elia, ketekunan tetap berdoa dan berharap akan datang hujan didorong sejumlah faktor seperti: Tuhan Allah menjawab doa Elia dengan jilatan api yang menyambar kurban bakaran di depan bangsa Israel sehingga mereka sujud menyembah dan mengakui Tuhan adalah Allah sejati. Kedua, hujan yang sudah tiga tahun tidak turun akan menjadi peristiwa yang sangat diingat bangsa Israel. Melalui curah hujan Elia berharap bangsa Israel mengakui bahwa Tuhan adalah Allah yang berkuasa menghentikan dan mencurahkan hujan.

Tibalah saat yang ketujuh Elia berdoa sujud ke tanah memohon hujan kepada Tuhan Allah dan selesai berdoa ia menyuruh bujangnya naik ke atas dan melihat ke arah laut. Saat bujangnya turun menghampirinya maka beritanya bukan lagi tidak ada apa-apa melainkan “wah, awan kecil sebesar telapak tangan timbul dari laut”. Meskipun hanya kecil setelapak tangan, tapi hal itu sangat berarti bagi Elia. Ternyata Tuhan Allahnya menjawab doanya. Manifestasi imannya berbuah. Bunyi derau hujan terdengar Elia sebelum awan kecil setelapak tangan terjadi dan muncul dari arah laut.

Tidak berapa lama dari kemunculan awan setelapak tangan itu maka curah hujan deras mengucuri tanah Israel. Elia memuliakan Tuhan Allah. Ia berhasil melewati proses dan waktu manifestasi Iman. Hasil iman Elia itu adalah hujan tercurah kembali di tanah Israel sehingga membuat bangsa Israel mengetahui dan mengakui bahwa Tuhan Allah adalah Tuhan sejati yang ada dan hidup.

Situasi yang dihadapi Elia sering kita alami sehari-hari. Untuk hal tertentu kita diperhadapkan pada pilihan tetap beriman pada Tuhan bahwa Dia akan memenuhi janji pemeliharaan-Nya atau berpindah ke usaha lain di luar Tuhan yang cepat membuahkan hasil yang sudah lama kita nantikan atau pilihan ketiga, kita menjadi lelah dan apatis terhadap apapun yang akan terjadi?

tabik,
yak
mar-07

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home