Thursday, November 09, 2006

HUBUNGAN MEREK JASA DENGAN KEPUASAN KONSUMEN

Irmal, seorang bapak yang tinggal di Jl. Cendrawasih Blok C24, Kompleks P dan K, Ciputat, Tangerang mengalami pengalaman tidak menyenangkan dengan Bank Mandiri. Hal tersebut dituangkan dalam rubrik surat pembaca harian Kompas terbitan Rabu, 1 November 2006. Pokok masalahnya adalah saat Irmal tidak dapat mengirim uang untuk anaknya yang kuliah di luar kota. Diinformasikan oleh Layanan Mandiri 14000, call center resmi Bank Mandiri, bahwa rekening bank Mandiri milik anak Irmal statusnya diblokir dengan alasan yang tidak jelas. Untuk menyelesaikan hal itu maka Irmal dan anaknya diharuskan datang ke Bank Mandiri. Sesampai mereka di sana diperoleh informasi bahwa masalah yang terjadi karena kesalahan sistem internal Bank Mandiri. Mengapa nasabah diwajibkan datang ke bank hanya untuk menyelesaikan masalah gagal transfer yang jelas-jelas akibat kesalahan Bank Mandiri. Betapa kecewanya Irmal terhadap pelayanan Bank Mandiri sehingga ditulisnya “Nama besar Bank Mandiri tidak menjamin kenyamanan nasabah”.

Kasus Irmal bukanlah yang pertama bagi Bank Mandiri. Hal tersebut sudah sering muncul di rubrik surat pembaca milik harian Kompas. Ini berarti Bank Mandiri mempunyai masalah serius dengan layanan nasabahnya.

Sebagai entitas bisnis di bidang jasa maka Bank Mandiri tunduk terhadap kaidah-kaidah bisnis jasa. Cerita ketidakpuasan nasabah semacam Irmal mempunyai banyak aspek kajian yang dapat dijadikan masukan penting guna perkembangan bisnis jasa pada umumnya dan perbaikan kinerja Bank Mandiri pada khususnya.

1. Kepuasan konsumen jasa bersandar pada pengalaman pemenuhan harapannya
Kualitas suatu produk barang dapat diketahui dengan meraba dan mencobanya sebelum membeli. Namun kualitas sebuah jasa hanya dapat diketahui melalui pengalaman langsung konsumennya. Konsumen dapat meraba dan melihat sebuah produk biskuit sebelum membeli bahkan kadang tersedia produk demo yang bisa dicicipi gratis. Namun untuk mengetahui bagus tidaknya pelayanan nasabah sebuah bank maka konsumen tidak akan mengetahui sebelum membuka rekening di bank tersebut dan menjadi nasabahnya.

Kepuasan menjadi hal yang disasar oleh pengalaman konsumen. Meskipun kepuasan konsumen dapat dinilai secara kuantitatif namun masih ada pendapat bahwa hal tersebut adalah relatif dan cenderung subyektif. Sederhananya menurut saya, kepuasan dapat dicapai lewat pengalaman yang memenuhi harapan awal konsumen saat memutuskan memilih jasa. Harapan awal konsumen terdiri dari harapan dasar dan harapan tambahan. Harapan dasar (basic expectation) adalah harapan terhadap fungsi atau kegunaan suatu jasa yang harus dipenuhi. Sedangkan harapan tambahan (plus expectation) adalah harapan yang meningkatkan nilai kepuasan konsumen. Jika harapan dasar sudah dipenuhi maka kepuasan konsumen sudah tercapai pada tingkat minimum. Namun bila harapan tambahan dipenuhi maka nilai kepuasan konsumen dapat melonjak hingga tingkat maksimum yang tergantung dari kualitas dan kuantitas pemenuhan harapan tambahan tersebut. Umumnya harapan tambahan tiap konsumen itu berbeda namun memiliki kesamaan dalam harapan dasarnya.

Harapan dasar konsumen untuk sebuah jasa binatu adalah kebersihan bajunya. Sedangkan harapan tambahannya dapat berupa keharuman bau baju, kerapihan setrika, kemanisan kemasan, ataupun keramahan layanan petugas jasa binatu tersebut. Fungsi jasa binatu adalah memberikan layanan mencuci pakaian kotor menjadi bersih. Namun mengingat persaingan bisnis yang semakin ketat maka pemenuhan harapan tambahan menjadi daya tarik konsumen dalam memilih suatu jasa binatu.

Pengalaman konsumen yang positif dimana setidaknya harapan dasar terpenuhi akan menguatkan merek jasa. Terlebih lagi jika harapan tambahannya juga terpenuhi. Hal ini dapat dilihat melalui penggunaan jasa kembali (repeat order) ataupun rekomendasi konsumen tersebut kepada orang di komunitasnya. Indonesia Air Asia adalah merek jasa penerbangan yang meraih penguatan cukup besar karena telah memenuhi harapan dasar konsumen yaitu terbang dengan harga relatif murah. Bahkan ada harapan tambahan yang juga dipenuhi seperti aspek kemudahan dan kepraktisan dalam pemesanan tiket via internet.

Sebaliknya pengalaman konsumen yang negatif akan melemahkan merek jasa yang jika dibiarkan akan menghancurkan bisnis jasa itu. Kisah klasik merek President Taxi menjadi contoh untuk hal ini, dimana banyak pengalaman negatif pengguna jasa taksi tersebut membuat banyak orang di Jakarta enggan menggunakan taksi bermerek President Taxi. Meskipun sudah diusahakan mengganti warna mobil dan logo namun karena tidak ada perubahan nyata dalam layanan maka hal tersebut sia-sia sehingga akhirnya bisnis jasa taksi dengan merek President Taxi hanya tinggal kenangan.

2. Kinerja bisnis jasa dipengaruhi oleh citra merek melalui persepsi masyarakat secara keseluruhan
Semakin banyak pengguna jasa maka semakin kompleks masalah yang dihadapi suatu bisnis jasa. Segmentasi dan target pasar menjadi penting dalam hal ini, karena dengan melayani segmen pasar tertentu dan target pasar yang jelas maka akan memudahkan pelayanan serta pencapaian kepuasan konsumen.

Secara internal perlu disusun panduan jelas mengenai semua aspek layanan dalam bentuk prosedur pelaksanaan standar (SOP). Kelemahan yang sering terjadi adalah SOP yang ada belum banyak diketahui apalagi secara konsisten dilaksanakan. Faktor yang sering pula dijadikan alasan adalah sumberdaya manusia, baik secara kualitas maupun kuantitasnya. Seharusnya disadari semua pihak bahwa bisnis jasa bersifat sarat sumberdaya manusia (human resources heavy). Ketika merancang bisnis jasa maka harus dimulai dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia yang akan terlibat. Hal tersebut mencakup perekrutan dan pembinaannya.

Prosedur pelaksanaan standar (SOP) merupakan acuan apakah kepuasan konsumen sudah dicapai melalui pemenuhan harapan dasar dan harapan tambahannya. Jika belum, apakah terdapat penyimpangan dalam pelaksanaan ataukah muncul harapan tambahan baru yang belum diperhitungkan. Setiap penyimpangan menjadi prioritas yang direspon segera agar tidak melemahkan merek jasa bahkan menghancurkan bisnis jasa tersebut. Respon tersebut bisa bersifat tidak langsung dan dipengaruhi oleh budaya (sifat dan perilaku) masyarakat. Sebagai contoh hal ini adalah peristiwa tidak menyenangkan yang dialami Irmal dengan Bank Mandiri. Hal itu bisa jadi tidak direspon langsung Bank Mandiri. Namun melalui berbagai iklan, promosi atau kegiatan positif lainnya Bank Mandiri berusaha agar persepsi masyarakat tidak terpengaruh dengan publikasi ketidakpuasan Irmal. Persoalannya adalah seberapa besar kekuatan yang saling menegasikan antara usaha Bank Mandiri untuk membangun serta menguatkan mereknya dalam persepsi masyarakat dengan publikasi maupun kenyataan ketidakpuasan pengguna jasanya. Jika berbagai iklan, promosi dan kegiatan positif yang dilakukan Bank Mandiri lebih kuat terlebih dengan adanya sifat dan perilaku masyarakat Indonesia yang cenderung pemaaf atau pengertian maka merek Bank Mandiri tidak akan goyah. Tetapi jika hal sebaliknya yang terjadi dimana gelombang ketidakpuasan pengguna menjadi bola salju maka merek Bank Mandiri akan terancam bernilai nol bahkan negatif alias tidak dipercaya lagi oleh masyarakat.

Semakin jelaslah bahwa kinerja suatu bisnis jasa dipengaruhi oleh citra mereknya. Pendapatan suatu bisnis jasa meningkat jika citra mereknya semakin baik sehingga banyak orang yang percaya dan menggunakan jasa tersebut. Citra merek yang negatif akan membuat orang tidak percaya sehingga lambat laun bisnis jasa tersebut gulung tikar. Hal ini juga yang melatarbelakangi bahwa merek mempunyai nilai yang dalam laporan keuangan (neraca) biasa dimasukkan sebagai intangible asset.

Demikianlah kita ketahui hubungan antara merek jasa dengan kepuasan konsumen bahwa suatu merek jasa yang semakin kuat dalam persepsi masyarakat karena dipercaya oleh konsumen yang puas melalui pengalaman menggunakan jasa tersebut akan meningkatkan pendapatan bisnis jasa yang bersangkutan.

tabik,
yak
9/11/06