orang biasa
Adalah hal yang rutin setiap pagi di stasiun Depok Baru sekelompok orang menyemut bersiap menaiki kereta listrik tujuan Jakarta. Rerata mereka adalah pekerja di berbagai perusahaan, instansi, organisasi atau lembaga milik swasta ataupun pemerintah. Rangkaian kereta listrik sepanjang 8 hingga 10 gerbong dengan cepat dipadati orang yang sejak pagi sekitar jam 5 sudah mulai hadir di stasiun. Jam sibuk aktivitas pagi kereta listrik seputaran Jabodetabek memang berkisar antara jam 5 – 9 pagi setelah itu mereda untuk kemudian bising kembali di sore hingga malam hari sekitar jam 16 – 20, saat pulang kerja para karyawan.
Sementara itu, di belahan wilayah Jabodetabek lainnya berpuluh ribu mobil dan beratus ribu sepeda motor menderukan mesin mereka menyusuri jalan-jalan menuju tengah kota dari segenap perimeter Jakarta di saat pecahnya fajar pagi hari. Jumlah para komuter di seputaran Jabodetabek ditaksir mencapai 3 – 5 juta orang sehingga menjadi satu hal yang mendesak pemerintah untuk berencana membangun sebuah moda transportasi umum massal yang dilabel dalam bahasa Inggris : Mass Rapid Transportation Project – MRT Project.
Bagian terbesar dari para komuter yaitu orang yang melakukan perjalanan secara teratur dari pinggir kota ke pusat kota, adalah orang-orang biasa dalam struktur masyarakat di berbagai tempat di dunia. Secara minimal, orang-orang biasa diartikan sebagai orang-orang yang tidak memiliki atau diberi fasilitas istimewa dalam kehidupannya sehari-hari. Mereka adalah orang kebanyakan.
Secara diametrikal orang-orang biasa disanding dengan orang-orang luar biasa atau istimewa. Hal ini bisa dimengerti karena setiap hari ada sekelompok orang istimewa yang menjalani hidupnya bergelimang fasilitas sehingga dunia terasa nikmat dan masalah dapat diminimalisasi. Ada yang memang merasa berhak memperolehnya sebagai hasil kerja keras namun ada juga yang bersyukur keberuntungan berpihak padanya tanpa jerih payah berusaha mendapat fasilitas. Apapun itu adanya demikianlah yang terjadi dalam masyarakat manusia sejak dahulu kala di berbagai belahan bumi hingga kini dan mungkin seterusnya.
Wacana orang biasa dan orang istimewa dalam masyarakat bukan hal baru namun tetap menarik untuk ditarik hikmahnya. Ada sejumlah orang dalam kelompok orang biasa menginginkan pindah menjadi orang istimewa namun ada pula yang sebaliknya. Alasan berpindah menjadi orang istimewa adalah ingin perbaikan hidup sehingga menikmati dunia selengkapnya. Sedangkan alasan berpindah menjadi orang biasa adalah kebosanan dengan atribut orang istimewa atau adanya masalah yang memaksa berpindah dari kelompok orang istimewa. Memang tentunya ada lagi alasan-alasan lain perpindahan itu namun setidaknya yang diutarakan di atas merupakan alasan yang dikatakan banyak orang.
Perpindahan itu sendiri dapat bersifat temporer ataupun permanen. Sering kali perpindahan menjadi orang istimewa diinginkan secara permanen sedangkan sebaliknya perpindahan menjadi orang biasa jarang diinginkan secara permanen. Kodrat manusia yang menyebabkan hal ini, demikian penjelasan beberapa ahli sosiologi dan psikologi mengomentari banyaknya orang yang ingin menjadi orang istimewa. Semua manusia menginginkan hidup yang bahagia, baik keadaannya, namun sayang hal ini masih sering serta merta diidentikkan hanya dapat diperoleh dengan menjadi orang istimewa. Apakah benar demikian? Ada banyak cerita yang dapat menyanggahnya karena hidup bahagia dengan keadaan yang baik untuk setiap orang berbeda ukurannya.
Namun jika kita cermati sejarah peradaban manusia maka peran orang biasa adalah signifikan. Mereka membentuk kehidupan manusia secara nyata pada pemerintahan manapun dan kapanpun sepanjang sejarah umat manusia. Kita tidak pernah tahu bahwa ada seorang Petani di seputaran Kota Gede, Yogyakarta, di masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang menanam padi lalu hasil panennya ikut dikirim ke Batavia untuk mendukung ekspedisi tentara Mataram menyerang VOC tahun 1628. Ataupun kita tidak pernah tahu di sekitar bulan Mei 1998 ada seorang Penjaja Gorengan sedang melayani para pembelinya yaitu para mahasiswa yang menduduki gedung MPR/DPR di saat Reformasi 1998. Juga kita tidak akan pernah tahu seorang Guru di Medan yang tekun mendidik anak muridnya tentang kejujuran sehingga saat Ujian Akhir Nasional (UAN) tahun 2007 banyak beredar kunci jawaban soal ujian, Sang Guru tetap bergeming tidak ikut membagikan ke anak muridnya. Meski ada peluang lulus UAN seratus persen namun jika diraih dengan mengorbankan kejujuran, hal yang diajarkan selama ini, maka itu tiada gunanya. Sang Petani, Pedagang Gorengan dan Guru adalah orang-orang biasa yang hidup di jamannya saat peristiwa istimewa terjadi. Tidak ada catatan sejarah yang mengingat mereka dan masih ada milyaran orang lainnya sama seperti mereka yang juga adalah orang biasa.
Hidup sebagai orang biasa juga menarik perhatian Wimar Witoelar, seorang yang populer lewat acara talkshow Perspektif di televisi pada dekade 90-an, dengan membuat buku bertajuk Menuju Partai Orang Biasa di tengah eforia reformasi politik Indonesia di mana banyak orang berlomba menjadi orang-orang istimewa di panggung politik dengan menghalalkan segala cara. Kelompok orang semacam itulah yang disindir Wimar dalam bukunya dengan menggunakan istilah orang biasa. Buku tulisan Wimar itu selanjutnya sempat menginspirasi terbentuknya suatu perkumpulan bernama Jaringan Orang Biasa dengan alamat situsnya http://jarobi.org/.
Populasi orang biasa dalam suatu masyarakat secara empiris menurut ilmu statistik mengikuti pola distribusi normal yang juga sering disebut kurva lonceng karena bentuknya seperti lonceng. Besaran dua kali standar deviasi dari nilai tengah dalam distribusi normal yang merepresentasikan orang biasa tersebut adalah 95% sehingga hanya 5% dari populasi merupakan orang-orang istimewa. Jika memahami hal ini maka banyak fenomena sosial di masyarakat dapat dipahami dan dijelaskan.
Menyadari bahwa sebagai orang biasa tidak akan diingat sejarah kemudian sebagai orang biasa terus bergulat dengan berbagai masalah bahkan masalah hidup yang paling hebat yaitu kemiskinan, selanjutnya sebagai orang biasa tidak mendapat beragam fasilitas kenikmatan hidup dalam arti seluas-luasnya, maka sebagai orang biasa tidak boleh menyerah untuk tetap hidup bermartabat. Hidup bermartabat adalah hidup sebagai manusia yang dikreasi Sang Maha Pencipta dengan seutuhnya sesuai maksud-NYA menghadirkan manusia dalam dunia ini.
Hendaknya harapan mendapati hari esok lebih baik dari pada sekarang tetap ada dalam sanubari orang-orang biasa selagi melintasi waktu di dunia. Di samping itu percaya bahwa hidup tidak sekedar hadir meskipun hanya sebagai orang-orang biasa namun juga dapat memberi guna bagi sesama di jamannya dengan tetap berkarya secara setia, rajin, kreatif dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Semua itu adalah paripurna bagi orang biasa.
Berikut sekisah orang biasa yang telah melakukan paripurna orang biasa. Seorang ibu rumah tangga sekaligus kader Posyandu bernama Ibu Jamrud yang hidup di perkampungan nelayan, Makassar di Bulan Juli, 2008 diwawancarai Shahnaz Haque dari Radio Delta FM. Disampaikan bahwa ibu janda tujuh anak itu merupakan orang biasa yang sangat berarti bagi masyarakat kampung nelayan di Makassar. Segala urusan penduduk di kampung nelayan itu selalu melibatkan Ibu Jamrud, semisal ada ibu hendak melahirkan, maka keluarganya mendatangi Ibu Jamrud untuk meminta bantuan sekedar mengantar ke rumah bersalin, ada kematian warga maka keluarganya pergi ke rumah Ibu Jambrud untuk memohon bantuan penguburannya, penyuluhan posyandu, pernikahan warga, kebersihan lingkungan, dan masih banyak lagi lainnya.
Ibu Jamrud tidak pernah menolak orang yang datang meminta bantuannya, meskipun secara ekonomi dia tidak lebih baik dari orang datang itu. Dukungan jaringan kenalan Ibu Jamrud di wilayah itu jauh lebih berdaya dibanding sumberdaya keuangan untuk membantu sesama yang disisihkan dari hasil dagangan sehari-hari Ibu Jamrud. Ketika Ibu Jamrud ditanya Shahnaz Haque apakah Ibu Jamrud ingin dikenang oleh masyarakat kampung nelayan? Dia menjawab:” Saya tidak peduli apakah akan dikenang atau tidak, namun saya berharap apa yang telah dikerjakan dapat diteruskan oleh masyarakat kampung nelayan di Makassar.” Kemudian ketika ditanya mengapa dia mau memberikan perhatian dan bantuan kepada masyarakat nelayan, dijawabnya bahwa saat dia memberi bantuan kepada sesama saat itu sebenarnya ia juga dibantu. Semisal saat ia harus pergi mengantar ibu melahirkan ke rumah bersalin maka ada tetangga kiri kanannya yang mengurus anak-anak Ibu Jamrud.
Tanpa diwawancarai oleh Shahnaz Haque dari Radio Delta FM, tentunya Ibu Jamrud tidak akan diketahui masyarakat Indonesia sehingga dia banyak disebut sebagai orang luar biasa padahal menurutnya sendiri dia hanya orang biasa.
Anda kemungkinan besar juga orang biasa yang dapat berguna bagi sesama di jaman anda hidup dan biarlah generasi mendatang merasakan bahwa anda pernah hadir dalam kehidupan ini dengan meninggalkan bumi yang terawat baik sebagai tempat hidup manusia sampai akhir masa.
Tabik,
Yak
Sementara itu, di belahan wilayah Jabodetabek lainnya berpuluh ribu mobil dan beratus ribu sepeda motor menderukan mesin mereka menyusuri jalan-jalan menuju tengah kota dari segenap perimeter Jakarta di saat pecahnya fajar pagi hari. Jumlah para komuter di seputaran Jabodetabek ditaksir mencapai 3 – 5 juta orang sehingga menjadi satu hal yang mendesak pemerintah untuk berencana membangun sebuah moda transportasi umum massal yang dilabel dalam bahasa Inggris : Mass Rapid Transportation Project – MRT Project.
Bagian terbesar dari para komuter yaitu orang yang melakukan perjalanan secara teratur dari pinggir kota ke pusat kota, adalah orang-orang biasa dalam struktur masyarakat di berbagai tempat di dunia. Secara minimal, orang-orang biasa diartikan sebagai orang-orang yang tidak memiliki atau diberi fasilitas istimewa dalam kehidupannya sehari-hari. Mereka adalah orang kebanyakan.
Secara diametrikal orang-orang biasa disanding dengan orang-orang luar biasa atau istimewa. Hal ini bisa dimengerti karena setiap hari ada sekelompok orang istimewa yang menjalani hidupnya bergelimang fasilitas sehingga dunia terasa nikmat dan masalah dapat diminimalisasi. Ada yang memang merasa berhak memperolehnya sebagai hasil kerja keras namun ada juga yang bersyukur keberuntungan berpihak padanya tanpa jerih payah berusaha mendapat fasilitas. Apapun itu adanya demikianlah yang terjadi dalam masyarakat manusia sejak dahulu kala di berbagai belahan bumi hingga kini dan mungkin seterusnya.
Wacana orang biasa dan orang istimewa dalam masyarakat bukan hal baru namun tetap menarik untuk ditarik hikmahnya. Ada sejumlah orang dalam kelompok orang biasa menginginkan pindah menjadi orang istimewa namun ada pula yang sebaliknya. Alasan berpindah menjadi orang istimewa adalah ingin perbaikan hidup sehingga menikmati dunia selengkapnya. Sedangkan alasan berpindah menjadi orang biasa adalah kebosanan dengan atribut orang istimewa atau adanya masalah yang memaksa berpindah dari kelompok orang istimewa. Memang tentunya ada lagi alasan-alasan lain perpindahan itu namun setidaknya yang diutarakan di atas merupakan alasan yang dikatakan banyak orang.
Perpindahan itu sendiri dapat bersifat temporer ataupun permanen. Sering kali perpindahan menjadi orang istimewa diinginkan secara permanen sedangkan sebaliknya perpindahan menjadi orang biasa jarang diinginkan secara permanen. Kodrat manusia yang menyebabkan hal ini, demikian penjelasan beberapa ahli sosiologi dan psikologi mengomentari banyaknya orang yang ingin menjadi orang istimewa. Semua manusia menginginkan hidup yang bahagia, baik keadaannya, namun sayang hal ini masih sering serta merta diidentikkan hanya dapat diperoleh dengan menjadi orang istimewa. Apakah benar demikian? Ada banyak cerita yang dapat menyanggahnya karena hidup bahagia dengan keadaan yang baik untuk setiap orang berbeda ukurannya.
Namun jika kita cermati sejarah peradaban manusia maka peran orang biasa adalah signifikan. Mereka membentuk kehidupan manusia secara nyata pada pemerintahan manapun dan kapanpun sepanjang sejarah umat manusia. Kita tidak pernah tahu bahwa ada seorang Petani di seputaran Kota Gede, Yogyakarta, di masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang menanam padi lalu hasil panennya ikut dikirim ke Batavia untuk mendukung ekspedisi tentara Mataram menyerang VOC tahun 1628. Ataupun kita tidak pernah tahu di sekitar bulan Mei 1998 ada seorang Penjaja Gorengan sedang melayani para pembelinya yaitu para mahasiswa yang menduduki gedung MPR/DPR di saat Reformasi 1998. Juga kita tidak akan pernah tahu seorang Guru di Medan yang tekun mendidik anak muridnya tentang kejujuran sehingga saat Ujian Akhir Nasional (UAN) tahun 2007 banyak beredar kunci jawaban soal ujian, Sang Guru tetap bergeming tidak ikut membagikan ke anak muridnya. Meski ada peluang lulus UAN seratus persen namun jika diraih dengan mengorbankan kejujuran, hal yang diajarkan selama ini, maka itu tiada gunanya. Sang Petani, Pedagang Gorengan dan Guru adalah orang-orang biasa yang hidup di jamannya saat peristiwa istimewa terjadi. Tidak ada catatan sejarah yang mengingat mereka dan masih ada milyaran orang lainnya sama seperti mereka yang juga adalah orang biasa.
Hidup sebagai orang biasa juga menarik perhatian Wimar Witoelar, seorang yang populer lewat acara talkshow Perspektif di televisi pada dekade 90-an, dengan membuat buku bertajuk Menuju Partai Orang Biasa di tengah eforia reformasi politik Indonesia di mana banyak orang berlomba menjadi orang-orang istimewa di panggung politik dengan menghalalkan segala cara. Kelompok orang semacam itulah yang disindir Wimar dalam bukunya dengan menggunakan istilah orang biasa. Buku tulisan Wimar itu selanjutnya sempat menginspirasi terbentuknya suatu perkumpulan bernama Jaringan Orang Biasa dengan alamat situsnya http://jarobi.org/.
Populasi orang biasa dalam suatu masyarakat secara empiris menurut ilmu statistik mengikuti pola distribusi normal yang juga sering disebut kurva lonceng karena bentuknya seperti lonceng. Besaran dua kali standar deviasi dari nilai tengah dalam distribusi normal yang merepresentasikan orang biasa tersebut adalah 95% sehingga hanya 5% dari populasi merupakan orang-orang istimewa. Jika memahami hal ini maka banyak fenomena sosial di masyarakat dapat dipahami dan dijelaskan.
Menyadari bahwa sebagai orang biasa tidak akan diingat sejarah kemudian sebagai orang biasa terus bergulat dengan berbagai masalah bahkan masalah hidup yang paling hebat yaitu kemiskinan, selanjutnya sebagai orang biasa tidak mendapat beragam fasilitas kenikmatan hidup dalam arti seluas-luasnya, maka sebagai orang biasa tidak boleh menyerah untuk tetap hidup bermartabat. Hidup bermartabat adalah hidup sebagai manusia yang dikreasi Sang Maha Pencipta dengan seutuhnya sesuai maksud-NYA menghadirkan manusia dalam dunia ini.
Hendaknya harapan mendapati hari esok lebih baik dari pada sekarang tetap ada dalam sanubari orang-orang biasa selagi melintasi waktu di dunia. Di samping itu percaya bahwa hidup tidak sekedar hadir meskipun hanya sebagai orang-orang biasa namun juga dapat memberi guna bagi sesama di jamannya dengan tetap berkarya secara setia, rajin, kreatif dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Semua itu adalah paripurna bagi orang biasa.
Berikut sekisah orang biasa yang telah melakukan paripurna orang biasa. Seorang ibu rumah tangga sekaligus kader Posyandu bernama Ibu Jamrud yang hidup di perkampungan nelayan, Makassar di Bulan Juli, 2008 diwawancarai Shahnaz Haque dari Radio Delta FM. Disampaikan bahwa ibu janda tujuh anak itu merupakan orang biasa yang sangat berarti bagi masyarakat kampung nelayan di Makassar. Segala urusan penduduk di kampung nelayan itu selalu melibatkan Ibu Jamrud, semisal ada ibu hendak melahirkan, maka keluarganya mendatangi Ibu Jamrud untuk meminta bantuan sekedar mengantar ke rumah bersalin, ada kematian warga maka keluarganya pergi ke rumah Ibu Jambrud untuk memohon bantuan penguburannya, penyuluhan posyandu, pernikahan warga, kebersihan lingkungan, dan masih banyak lagi lainnya.
Ibu Jamrud tidak pernah menolak orang yang datang meminta bantuannya, meskipun secara ekonomi dia tidak lebih baik dari orang datang itu. Dukungan jaringan kenalan Ibu Jamrud di wilayah itu jauh lebih berdaya dibanding sumberdaya keuangan untuk membantu sesama yang disisihkan dari hasil dagangan sehari-hari Ibu Jamrud. Ketika Ibu Jamrud ditanya Shahnaz Haque apakah Ibu Jamrud ingin dikenang oleh masyarakat kampung nelayan? Dia menjawab:” Saya tidak peduli apakah akan dikenang atau tidak, namun saya berharap apa yang telah dikerjakan dapat diteruskan oleh masyarakat kampung nelayan di Makassar.” Kemudian ketika ditanya mengapa dia mau memberikan perhatian dan bantuan kepada masyarakat nelayan, dijawabnya bahwa saat dia memberi bantuan kepada sesama saat itu sebenarnya ia juga dibantu. Semisal saat ia harus pergi mengantar ibu melahirkan ke rumah bersalin maka ada tetangga kiri kanannya yang mengurus anak-anak Ibu Jamrud.
Tanpa diwawancarai oleh Shahnaz Haque dari Radio Delta FM, tentunya Ibu Jamrud tidak akan diketahui masyarakat Indonesia sehingga dia banyak disebut sebagai orang luar biasa padahal menurutnya sendiri dia hanya orang biasa.
Anda kemungkinan besar juga orang biasa yang dapat berguna bagi sesama di jaman anda hidup dan biarlah generasi mendatang merasakan bahwa anda pernah hadir dalam kehidupan ini dengan meninggalkan bumi yang terawat baik sebagai tempat hidup manusia sampai akhir masa.
Tabik,
Yak