Saturday, December 15, 2007

Pengembangan produk berorientasi pasar

Sepanjang hidup manusia ada banyak produk yang pernah dipakai untuk beraktivitas sehari-harinya. Produk tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mereka atau sekadar membantu saja. Produsen memasarkan produknya melalui bermacam saluran distribusi di berbagai pasar dengan tujuan mudah dibeli oleh konsumen. Memasarkan produk memiliki sederetan proses dan prasyarat guna sukses diterima khalayak ramai yang memakainya.

Salah satu proses memasarkan suatu produk adalah pengembangan produk (product development). Sebuah produk dibuat oleh produsen bisa jadi dimulai dari dua kutub yaitu kutub konsumen atau kutub produsen. Pembuatan stick note oleh 3M dimulai dari kutub produsen dengan diciptakannya bahan perekat yang tidak memenuhi standar sebuah produk lem sehingga dipikirkan untuk mendayagunakan bahan tersebut sebagai produk baru. Sedangkan pembuatan alat pemasang lampu yang seperti penjolok buah dimulai dengan kebutuhan konsumen akan alat bantu saat hendak memasang lampu di tempat tinggi yang sulit dijangkau. Semua produk, baik berteknologi sederhana maupun canggih mengikuti prinsip tersebut di atas.

Seorang teman yang berpengalaman di bidang pengembangan produk mengungkapkan hal menarik yang perlu dipahami orang saat mengembangkan sebuah produk. Adalah hygiene factor merupakan syarat minimal sebuah produk layak dipasarkan kemudian diterima konsumen. Memang hygiene factor bukan jaminan sebuah produk akan laris manis terjual, namun tanpa hygiene factor sebuah produk dijamin gagal di pasar. Saat ini semua televisi dilengkapi remote control berbeda dengan dua puluh tahun lalu sehingga sekarang dapat dipastikan bahwa televisi tanpa remote control tidak akan ada yang ingin membelinya. Remote control merupakan hygiene factor produk televisi masa kini.

Sebuah produk dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan penyediaan fitur dasar produk (hygiene factor) namun untuk memenangkan kompetisi pasar, seringkali produsen memberikan fitur lain yang dijadikan nilai tambah bagi konsumen. Fitur tambahan inilah yang kemudian hari dapat menjadi hygiene factor apabila konsumen menyukai lalu semua produsen memberikan fitur tersebut pada produk-produk mereka.

Dalam pengembangan produk ada dua pendekatan yang sering dijumpai dalam praktek bisnis sehari-hari, yaitu pendekatan dari sudut pandang konsumen dan pendekatan dari sudut pandang produsen. Sebuah contoh mengenai handphone dual mode (GSM – CDMA). Dalam perspektif produsen, sebuah handphone dual mode adalah penggabungan sebuah handphone GSM dan sebuah handphone CDMA. Sehingga faktor efisiensi menjadi selling point-nya. Sedangkan dalam perspektif konsumen, sebuah handphone dual mode adalah penambahan fitur kemampuan jelajah di CDMA pada sebuah handphone GSM atau sebaliknya. Sehingga factor nilai tambah (added value) menjadi buying point-nya.

Harga menjadi titik temu transaksi pasar (market transaction point) antara selling point dan buying point. Apabila konsumen berpendapat selisih harga yang ditawarkan produsen handphone dual mode dengan harga handphone single mode yang ada di pasar masih terlalu besar maka tidak terjadi transaksi.

Menurut saya, sudah saatnya bagi produsen jika menginginkan produknya sukses di pasar mengadopsi perspektif konsumen sebagaimana pernah disebutkan dalam marketing textbook sebagai market oriented bukannya product oriented. Meski hal ini kelihatan kuno karena sudah sering dibicarakan orang namun tetap relevan dilakukan karena masih banyak orang belum menyadari dan melaksanakannya sehingga sampai hari ini kita menyaksikan banyak produk gagal di pasar meskipun tidak semata karena hal ini, namun kita percaya dengan memperhatikan hal ini maka resiko gagal di pasar semakin kecil.

tabik,
yak

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home